Tinggal Nunggu Mati, Ya?

Selasa, 04 Desember 2018

Halo! Hm yhaa sudah lama sekali kayaknya aku nggak posting di blog ini. Suka-duka skripsi dan fresh graduate itu ternyata nyata teman-teman T_T apalagi kalau sambil bantu-bantu ngurusin adek yang masih bayi. Jadi ngerasain deh struggle-nya ibu-ibu yang kuliah sambal ngurus anak. Pokoknya baru bisa ngelakuin aktivitas ngeskripsi itu kalo nggak pagi banget, ya malam banget wkwk. Aku yang sekedar bantu-bantu aja sampe begini, gimana mereka yang ngurusin semuanya ya? Wah, patut dibanggakan banget ya mereka!!!! *tepuk tangan*

Sebenarnya bukan itu sih yang mau ku ceritakan (yhaa yhaa). Jadi yang di atas itu intermezzo aja, hoho. Jadi yang mau ku ceritakan adalah… cerita dua nenek-nenek yang kutemui di KRL.
Jadi, sudah kuceritakan sebelumnya kalau saat awal-awal naik KRL, untuk menghindari berdiri yang terlalu lama, aku sengaja untuk balik lagi ke stasiun akhir (Stasiun Bekasi), jadi nantinya saat orang-orang yang dapat duduk sebelumnya memang tujuan akhirnya adalah Stasiun Bekasi, mereka pun turun, lalu aku pun menduduki kursi yang tadinya mereka naiki, seperti itulah kira-kira.

Saat menuju Stasiun Bekasi, aku melihat dua nenek-nenek yang berdiri. Eh, salah deng. Nenek yang satu (yang paling tua) dapat tempat duduk, sedangkan nenek yang lebih muda berdiri. Hmm memang kereta sudah cukup penuh saat itu. Dan entah mengapa, padahal sebenarnya nenek-nenek itu berhak mendapatkan kursi. Entahlah. Yang jelas, kalau aku dapat posisi duduk, aku akan memberikannya ke nenek-nenek itu. Tapi gimana lagi :””

Nah, poin yang menarik itu terletak pada percakapan yang mereka lakukan. Mungkin karena antar 2 nenek ini memiliki range umur yang tidak begitu jauh kali ya. Jadi mereka cukup akrab gitu lah ngobrolnya meskipun sepertinya baru pertama bertemu (cia elah). Obrolan awal-awal mereka masih normal sih—khas percakapan orang pertama kenalan—kayak anak berapa, rumah dimana, gitu-gitu lah.

Sampe suatu ketika dimana nenek yang satu—yang keliatan paling tua—tiba-tiba nyanyi kenceng gitu. Satu kereta langsung ngeliatin nenek itu. Tapi sang nenek—terus bernyanyi. Lagu keroncong gitu dah kayaknya. Nggak lama sih. Tapi…… cukup membuat kami tercengang. Tapi habis itu senyum-senyum—karena nahan ketawa wkwk :S

Habis itu 2 nenek-nenek itu pun mengobrol kembali. Sampai pada obrolan dimana nenek-nenek itu ngobrolin hal-hal apa yang udah mereka capai.
“Iya alhamdulillah anak udah pada kerja, udah pada berumah tangga…” kata nenek yang paling tua.
“Udah haji juga ya?” kata nenek yang lebih muda.
“Umroh, 4 tahun yang lalu,” jawab nenek yang paling tua.
“Wah, udah enak ya… Kalo gitu tinggal nunggu mati aja ya?” tukas nenek yang lebih muda.
“…”

EBUSYENG!
Satu kereta ngeliatin mereka lagi.
Waw.
Sungguh pertanyaan yang ekstrim. Nunggu mati loh!! Nunggu mati!!! Nggak tanggung-tanggung.
Satu gerbong kereta pun cekakak cekikik.

***


Yaah, aku nggak tau sih apakah nenek yang paling tua itu tersinggung atau nggak sama perkataan nenek yang lebih muda. Karena kejadian ini sudah cukup lama, aku jadi lupa ending-nya seperti apa… hmm sepertinya tidak tersinggung kali ya? Mengingat usia mereka sebenarnya sudah cukup tua dan tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan…

Dan lagi, ketika usia sudah renta, sepertinya adalah wajar membicarakan kematian…….

Memang, aku ikut tertawa saat itu. Tapi setelah lama-lama, aku mikir juga. Nenek-nenek itu, terutama yang paling tua, istilahnya seperti udah bahagia karena ­tujuan hidup versinya sudah tercapai. Punya anak yang sukses-sukses (atau minimal sudah mandiri), sudah umrah pula. Ya bener, bisa dibilang ya kasarnya tinggal nunggu meninggal, gitu—dengan beribadah dan bertaubat sebanyak mungkin.

Bagaimana dengan kita yang masih muda dan dengan batas usia yang tidak jelas ini?
*autoplay lagu Opick – Terangkanlah*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS