Split Setengah Peron (?)

Selasa, 20 Februari 2018

Hmm postingan ini judulnya aneh ya, wkwk.

Pengalaman ini terjadi di pagi hari. Saat itu adalah kelas pertama pergantian dosen. Dan kelas dimulai pukul 08.00 WIB, sementara aku baru bisa berangkat pukul 07.00 saat itu. Jadilah... aku berangkat dengan terburu-buru.

Kereta yang ditunggu pun datang. Bawaanku udah deg-degan aja nih, soalnya aku ngeliat penumpang di KRL sudah s a n g a t penuh. Ketika aku naik, aku harus ngedorong mereka supaya aku bisa masuk.

Ketika aku berusaha mendorong....

Aku terlempar keluar...

Dan setengah kakiku masuk ke dalam peron...........
Sepatuku juga ikutan masuk ke dalam peron.......

Satu kereta ngeliatin.

Huft. Untungnya ada bapak-bapak yang bantuin ngangkat dan voila! Aku dan seluruh anggota tubuhku berada di atas peron dengan selamat. Sebenarnya aku bisa saja berjuang lagi masuk ke kereta, tapi karena sebelah sepatuku masuk ke peron jadi... terpaksa aku menunggu kereta yang ini lewat dulu.
Dengan malu.
Wk.

Terpaksa deh aku naik kereta selanjutnya yang waktu nunggunya cukup lama. Sampe kelas terlambat deh, terus kena omel haaaaa :'''''''' dan sampai rumah, pas ku periksa, bagian atas kakiku memar. Tapi alhamdulillah, seenggaknya aku masih hidup dan bisa masuk kelas :").

Pelajaran yang didapat:
1. Kalo naik kereta Bekasi, paling nggak berangkat 1 jam lebih dari rumah.
2. Jangan pakai slip on kalo naik kereta di rush hour.
3. Aku masuk lewat pintu bagian tengah, harusnya di pinggir. Pas dipikir-pikir aku ngeliat ada celah tadi. Hahaha yasudahlah.

Prolog: 4 Years After?

Halo! Terakhir sejak tahun 2014 aku ngepost ya, hihi. Bisa dibilang, post terakhir 2014 saat itu menjadi salah satu babak pertamaku menjadi seorang mahasiswa mahasiswi. Uhuy!
Tapi untuk sekarang aku mau cerita hal lain...

yaitu...
menjadi...
seorang Anker*.

*singkatan dari Anak Kereta-

Dari tahun kedua hingga tahun keempat (2018), aku jadi pelanggan setia Commuter Line (KRL) Jabodetabek. Bagiku, naik Commuter Line adalah pengalaman yang unik, dan menjadikan hati menjadi lebih sabar.

Pengalaman pertamaku naik KRL sebenarnya terjadi saat aku SMA. Waktu itu aku mau ke acara Jejepangan yang diadain sama FIB (Fakultas Ilmu Budaya) UI. Itu juga karena bareng temen, jadinya aku cuma ikut-ikutan dan tidak memperhatikan sekitar. Yang aku tahu adalah ketika aku sampe UI, ngeliat Jejepangan, pulang hahaha ><

Tapi benar kata Pak Rhenald Kasali. Intermezzo nih. Jadi beliau adalah seorang dosen di FEUI waktu itu. Jadi beliau membawa mahasiswanya jalan-jalan ke luar negeri, yaah yang mengarahkan kemana arah rombongan pergi ya Pak Rhenald sendiri, sementara mahasiswanya di bus cenderung cuma mengikuti kemana dosennya pergi. Jadi tidak ada hal berarti yang dipelajari selain jalan-jalan semata. Oleh karena itu, Pak Rhenald mulai memberlakukan sistem bahwa pada minggu pertama kelasnya, semua mahasiswa sudah harus mempunyai paspor. Selanjutnya, mereka harus menentukan negara mana yang hendak mereka kunjungi (dan tidak boleh negara yang berbahasa Melayu seperti Singapura, Malaysia, atau Brunei), dan mereka harus berhasil pergi ke negera yang mereka ingin dengan uang mereka sendiri. Disinilah Pak Rhenald melihat unsur leadership mereka dan. Bepergian sendiri di negeri yang mungkin belum pernah didatangi merupakan suatu tantangan tersendiri. Nyasar mungkin sudah menjadi masalah yang dasar, belum lagi dengan masalah-masalah lainnya. Disitulah nyali para mahasiswa Pak Rhenald Kasali diuji. Namun hal itulah yang menjadi salah satu indikator penilaian--bagaimana mereka menyelesaikan masalah yang mereka hadapi selama di luar negeri--sendirian.

Nah... balik ke topik. Boro-boro di luar negeri, pengalamanku naik KRL pertama kalinya saja sudah merupakan sebuah 'petualangan' buatku. Aku lupa saat itu naik peron ke berapa. Tapi yah Alhamdulillah, teratasi dengan aku nanya ke bapak satpam ("Bapak numpang tanya, ke arah Bogor peron berapa yah Pak?") terus pas naik kereta, mas-mas di speaker bilang, "... Kereta pertama dan kereta terakhir dikhususkan untuk penumpang wanita". Aku yang nggak ngerti apa-apa mengira kalo kereta yang ku naiki adalah kereta khusus wanita yang jadwalnya paling terakhir. Yha intinya aku ngiranya nggak ada kereta khusus wanita lagi setelah yang kunaiki itu. Aku ngerasa beruntung, padahal alay. Huft, dasar koplak.

Hmm naik KRL itu bikin memori tersendiri sih, terutama saat masa kuliahku. Aku naik KRL jurusan Jakarta Kota saat berangkat dan naik KRL jurusan Bekasi (atau Cikarang) saat mau pulang ke rumah. Kalau naik kereta di pagi hari (pkl. 06.00 sampe pkl. 08.00), KRL tujuan Jakarta Kota SANGAAT sesak. Untungnya perjalananku nggak sampai stasiun Jakarta Kota -plek-sampe-mentok- sih. Aku turun di stasiun Manggarai, terus transit deh sampai stasiun UI.

Pulang di sore hari di rush hour ke tujuan Bekasi adalah saat-saat menegangkan buatku. Sekitar pukul 17.00 adalah saat-saat dimana peron 4 sudah dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai penjuru. Saat-saat kedatangan kereta jurusan Bekasi adalah saat yang mendebarkan. Dan begitu menemukan kereta masuk dalam keadaan penumpang sudah penuh di dalamnya adalah saat yang lebih mendebarkan lagi. Makan atau dimakan... wkwkwk. Maksudnya 'makan' disini adalah mendorong dan 'nyeruduk' sesama penumpang tanpa ampun. Nggak peduli juga sama adab kalo seharusnya yang turun dari kereta-lah yang didahulukan. Maksud dari dimakan adalah sebaliknya. Kita yang kena dorong............. Hal yang saaangat aku syukuri ketika masuk kereta Bekasi di rush hour, alih-alih bisa duduk, yang sangat aku syukuri adalah b i s a   m a s u k   k e   d a l a m   k e r e t a. Nah, babak kedua adalah di dalam kereta. Bisa bernapas di dalam sana adalah suatu anugerah yang luar biasa. Pernah ada satu saat dimana aku bener-bener nggak bisa napas. Bawaannya pengen nangis, hiks :'

Eh eh, btw sebenarnya tulisan ini adalah prolog dari post yang akan aku tulis selanjutnya. Yap, selanjutnya, in syaa Allah aku akan share pengalaman yang ter-garis kuning buatku selama naik KRL, hehew. Stay Tune! :D 


 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS